Menghindar Dosa
Dahulu pada zaman kerajaan, ada seorang pemuda yang sangat tampan mempunyai pekerjaan menganyam pelepah daun kurma menjadi tas yang kemudian dia jual dengan cara berkeliling. Selain tampan pemuda tersebut juga taat kepada ajaran agamanya. Selain ahlaknya yang baik dia juga sangat menjaga ibadahnya serta takut kalau apa yang dia kerjakan itu akan berakibat dosa.
Seperti biasa hari itu sang pemuda berkeliling kampung untuk menjajakan tas anyaman buatannya. Ketika ia melewati istana Raja, seorang pelayan wanita keluar dari dalam istana. Melihat ketampanan si pemuda yang menjual tas anyaman, wanita itu segera masuk lagi untuk memberitahu putri raja.
Sesaat kemudian sang pelayan memberi tahu tuan putri. “Tuan putri yang agung, di luar sana ada seorang pemuda yang sedang menjajakan tas dari pelepah pohon kurma,” katanya sambil terengah-engah.
“Lalu? Apa istimewanya untukku? Bukankah tiap hari juga banyak penjual tas yang lewat di depan istana?” tanya Putri.
“Maaf Tuan putri, pemuda yang satu ini beda. Ia luar biasa tampan!” kata pelayan itu setengah berseru.
“Benarkah?” tanya Putri dengan mata berbinar. “Pelayan, Suruh dia masuk!”
Pelayan wanita itu segera berlari keluar untuk memanggil pemuda pedagang tas dan langsung membawa masuk untuk menghadap Putri. “Hai pedagang tas, saya disuruh tuan putri raja untuk memanggil kamu masuk ke dalam kerajaan, tuan putri tertarik dengan tas yang kamu tawarkan.
Kemudian si pemuda dengan membawa barang dagangannya masuk ke dalam istana disertai sang pelayan. Lalu pemuda tersebut di masukan ke dalam sebuah ruangan dan langsung menguncinya. “Kamu tunggu disini, sebentar lagi tuan putri akan segera menemui kamu”.
Beberapa saat kemudian keluarlah Putri raja dengan memakai pakaian transparan yang memperlihatkan lekuk tubuhnya dengan rambut yang digerai memperlihatkan rambutnya yang indah dan lehernya yang jenjang terlihat dengan jelas. Pemuda itu segera mengucap istighfar dan menundukan pandangannya.
“Maaf Tuan Putri, mohon tutuplah auratmu. Semoga Allah mengampunimu,” pinta Pemuda itu dengan sopan.
“Kenapa? Kau tidak suka?” tanya Putri menggoda.
“Maaf Tuan Putri, sebaiknya saya keluar saja daripada nanti menimbulkan fitnah. Biar pelayan Anda saja yang memilih tas yang hendak Tuan beli di luar,” kata Pemuda.
“Siapa yang bilang aku mau membeli tasmu?” tanya Putri sambil tersenyum kecil. “Aku menyuruhmu masuk karena aku tetarik pada ketampananmu.”
“Wahai Putri, takutlah engkau kepada Allah. Perbuatanmu akan menghinakanmu di hadapan manusia dan Allah,” kata Pemuda.
“Hahaha…” Putri tertawa geli. “Siapa yang bisa melihat perbuatan kita disini? Pintu telah terkunci, dan hanya ada kita berdua.”
“Ingatlah akan Allah yang Maha Mengetahui,” kata Pemuda itu.
Rupanya Putri sudah kerasukan setan. Apa yang dikatakan Pemuda itu sama sekali tidak membuatnya takut. Ia malah semakin berani mengoda si Pemuda. Tapi karena tidak juga berhasil, Putri menjadi murka.
“Hai Pemuda yang keras kepala. Kau telah menghinaku dengan berani mengacuhkanku. Kamu tahu, aku bisa membuatmu dihukum berat,” kata Putri.
“Aku tidak melakukan kesalahan apapun,” tantang Pemuda.
“Bodoh! Aku bisa saja memberitahu ayahku bahwa kau dengan sengaja menyusup kemari dan memaksaku berbuat yang tidak senonoh,” katanya.
“Tapi aku tidak melakukannya, itu fitnah namanya” jawab Pemuda.
“Hah! Aku bisa melakukan apapun yang kumau!” kata Putri dengan angkuh. “Sekarang kau tinggal pilih. Memenuhi keinginanku atau dihukum berat?”
Pemuda itu berpikir sejenak.
“Sebelum aku memeutuskan, ijinkan aku berwudhu lebih dulu, “ pinta si Pemuda.
“Untuk apa?” tanya Putri heran.
“Aku akan meminta Allah yang memilihkan jawabannya untukku,” katanya.
“Hmmm pandai sekali kau mengulur waktu. Meskipun kau memohon sepanjang hari, aku yakin Tuhanmu tidak akan hadir di sini,” kata Putri mengejek.
Tapi ia mengizinkan Pemuda itu untuk berwudhu dan berdoa di kamar yang terletak di atas loteng. Dengan begitu ia tidak mungkin melarikan diri.
Di atas loteng, dengan khusyuk si Pemuda memanjatkan doanya.
“Ya Allah, sesungguhnya hamba-Mu sangat takut berbuat maksiat pada-Mu. Lebih baik aku meloncat dari atas loteng ini dan menyerahkan nasibku kepada-Mu daripada aku berbuat dosa.”
Dengan hati mantap pemuda itu meloncat dari loteng yang letaknya sangat tinggi. Saat itu pula Allah menurunkan malaikat-Nya untuk menggandeng tangan si pemuda sehingga ia tiba di tanah dalam keadaan berdiri dan ringan serta tidak terluka sedikit pun.
Pemuda itu sangat beryukur atas pertolongan Allah. Namun ia juga khawatir peristiwa yang sama akan terulang kembali jika ia masih berjualan tas.
“Ya Allah. Jika Engkau mengizinkan, karuniakanlah kepadaku rezeki hingga aku tidak perlu berjualan lagi. Mudah-mudahan hal itu akan menambah kebaikan untukku,” doa si Pemuda.
Rupanya Allah berkenan mengabulkan doanya. Allah mengirimkan sekawanan belalang yang terbuat dari emas untuk dipungut oleh si Pemuda. Ia mengumpulkannya dan memasukannya ke dalam saku bajunya. Tapi pemuda itu takut hartanya tersebut akan mengurangi ridhanya Allah. Maka ia berdoa kembali.
“Ya Allah, jika rezekimu ini akan mengurangi jatahku di akhirat nanti, maka ambillah kembali dan simpankanlah untukku.”
Pemuda itu seolah-olah mendengar suara yang memberitahukan bahwa hadiah itu hanyalah satu dari duapuluh lima bagian pahalanya atas kesabarannya melemparkan diri dari loteng.
“Ya Allah kalau begitu hamba tidak membutuhkan harta ini lagi. Tolong ambillah lagi, karena hamba memilih memintanya nanti di Akhirat,” pinta si Pemuda.
Seketika itu juga semua belalang emasnya menghilang. Allah telah mengambilnya kembali dan menjadi simpanan pahala bagi si pemuda yang takut dosa itu.
No comments:
Post a Comment