Tuesday, October 18, 2016

Pernikahan pernikahan yang dilarang oleh agama



Pernikahan Terlarang

Pernikahan adalah  salah satu fase kehidupan yang amat penting dan membahagiakan bagi pria dan wanita juga keluarga besar tentunya. Dalam sebuah pernikahan pasti kedua belah pihak mendambakan kebaikan dalam pernikahan, menjadi pernikahan tersebut sebagai ladang amal untuk kedua belah pihak, selalu mendapat berkah dan ridha Allah SWT, tapi lain hal nya bila pernikahan itu menjadi pernikahan yang malah dilarang oleh agama. Berikut pernikahan pernikahan yang dilarang oleh agama:

1. Nikah Syighar.
Yaitu nikah sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah Saw.:, “Nikah syighar adalah seseorang yang berkata kepada orang lain, ‘Nikahkanlah aku dengan puterimu, maka aku akan nikahkan puteriku dengan dirimu.’ Atau berkata, ‘Nikahkanlah aku dengan saudara perempuanmu, maka aku akan nikahkan saudara perempuanku dengan dirimu.” Dalam hadis lain, beliau Nabi Muhammad Saw. bersabda: “Tidak ada nikah syighar dalam Islam.” Hadis-hadis sahih di atas menjadi dalil atas haram dan tidak sahnya nikah syighar. Nabi Muhammad Saw. tidak membedakan, apakah nikah tersebut disebutkan mas kawin ataukah tidak. (Muttafaq ‘Alaiah)

2. Nikah Tahlil.
Yaitu menikahnya seorang laki-laki dengan seorang wanita yang sudah ditalak tiga oleh suami sebelumnya. Lalu laki-laki tersebut mentalaknya. Hal ini bertujuan agar wanita tersebut dapat dinikahi kembali oleh suami sebelumnya (yang telah mentalaknya tiga kali) setelah masa idah wanita itu selesai. Nikah semacam ini haram hukumnya dan termasuk dalam perbuatan dosa besar. Rasulullah Saw. bersabda: “Rasulullah Saw. melaknat muhallil dan muhallala lahu.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibn Majah)

3. Nikah Mut’ah.
Nikah mut’ah disebut juga nikah sementara atau nikah terputus. Yaitu menikahnya seorang laki-laki dengan seorang wanita dalam jangka waktu tertentu; satu hari, tiga hari, sepekan, sebulan, atau lebih. Para ulama kaum muslimin telah sepakat tentang haram dan tidak sahnya nikah mut’ah. Apabilah telah terjadi, maka nikahnya batal!. Telah diriwayatkan dari Sabrah Al-Juhani r.a., ia berkata,“Rasulullah Saw. pernah memerintahkan kami untuk melakukan nikah mut’ah pada saat Fathul Makkah ketika memasuki kota Makkah. Kemudian sebelum kami meninggalkan Makkah, beliau pun telah melarang kami darinya (melakukan nikah mut’ah). ”(HR. Muslim)

4. Nikah Dalam Masa Idah.
Berdasarkan firman Allah Swt.:
“Dan janganlah kamu menetapkan akad nikah, sebelum habis masa ‘iddahnya.” (QS. Al-Baqarah : 235)

5. Nikah Dengan Wanita Kafir Selain Yahudi Dan Nasrani.
Berdasarkan firman Allah Swt: “Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun ia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun ia menarik hatimu. Mereka mengajak ke Neraka, sedangkan Allah mengajak ke Surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.” (Qs. Al-Baqarah : 221)

6. Nikah Dengan Wanita-Wanita Yang Diharamkan Karena Senasab Atau Hubungan Kekeluargaan Karena Pernikahan.
Berdasarkan firman Allah Swt.: “Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anak perempuanmu, saudara-saudara perempuanmu, saudara-saudara perempuan ayahmu, saudara-saudara perempuan ibumu, anak-anak perempuan dari saudara laki-lakimu, anak-anak perempuan dari saudara perempuanmu, ibu-ibu yang menyusuimu, saudara-saudara perempuan yang satu susuan denganmu, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum mencampurinya (dan sudah kamu ceraikan) maka tidak berdosa atasmu (jika menikahinya), (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (Qs. An-Nisa : 23)

7. Nikah Dengan Wanita Yang Haram Dinikahi Disebabkan Sepersusuan, Berdasarkan Ayat Di Atas.

8. Wanita-Wanita Yang Diharamkan Sementara:
Menghimpun (dalam perkawinan) dua wanita yang bersaudara. Sebagaimana firman Allah Swt.:  "Dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau…" (QS. An-Nisaa: 2 dan 23) Nikah yang menghimpun wanita dengan bibinya, baik dari pihak ayahnya maupun dari pihak ibunya. Berdasarkan sabda Rasulullah Saw. : “Tidak boleh dikumpulkan antara wanita dengan bibinya (dari pihak ayah), tidak juga antara wanita dengan bibinya (dari pihak ibu).”

9. Nikah Dengan Istri Yang Telah Ditalak Tiga.
Wanita diharamkan bagi suaminya setelah talak tiga. Tidak dihalalkan bagi suami untuk menikahinya hingga wanitu itu menikah dengan orang lain dengan pernikahan yang wajar (bukan nikah tahlil), lalu terjadi cerai antara keduanya. Maka suami sebelumnya dibolehkan menikahi wanita itu kembali setelah masa ‘idahnya selesai. Berdasarkan firman Allah Swt:
“Kemudian jika ia menceraikannya (setelah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya sebelum ia menikah dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (suami pertama dan bekas istri) untuk menikah kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah ketentuan-ketentuan Allah yang diterangkan-Nya kepada orang-orang yang berpengetahuan.” (QS. Al-Baqarah 230)
Wanita yang telah ditalak tiga kemudian menikah dengan laki-laki lain dan ingin kembali kepada suaminya yang pertama, maka ketententuannya adalah keduanya harus sudah bercampur (bersetubuh) kemudian terjadi perceraian, maka setelah ‘idah ia boleh kembali kepada suaminya yang pertama. Dasar harus dicampuri adalah sabda Nabi Saw.,
“Tidak, hingga engkau merasakan madunya (bersetubuh) dan ia merasakan madumu.”

10. Nikah Pada Saat Melaksanakan Ibadah Ihram.
Orang yang sedang melaksanakan ibadah ihram tidak boleh menikah, berdasarkan sabda Nabi Saw.,
“Orang yang sedang ihram tidak boleh menikah atau melamar.”

11. Nikah Dengan Wanita Yang Masih Bersuami.
Berdasarkan firman Allah Ta’ala: “Dan (diharamkan juga kamu menikahi) perempuan yang bersuami...” (QS. An-Nisa 24)

12. Nikah Dengan Wanita Pezina/Pelacur.
Berdasarkan firman Allah Swt.:

"Pezina laki-laki tidak boleh menikah kecuali dengan pezina perempuan, atau dengan perempuan musyrik; dan pezina perempuan tidak boleh menikah kecuali dengan pezina laki-laki atau dengan laki-laki musyrik; dan yang demikian itu diharamkan bagi orang-orang mukmin.” (QS. An-Nur 3).
Seorang laki-laki yang menjaga kehormatannya tidak boleh menikah dengan seorang pelacur. Begitu juga wanita yang menjaga kehormatannya tidak boleh menikah dengan laki-laki pezina. Hal ini berdasarkan firman Allah Swt.: “Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula). Mereka itu bersih dari apa yang dituduhkan orang. Mereka memperoleh ampunan dan rizeki yang mulia (Surga).” (QS. An-Nur 26)
Namun apabila keduanya telah bertobat dengan tobat yang nashuha (benar, jujur dan ikhlas) dan masing-masing memperbaiki diri, maka boleh dinikahi. Ibnu ‘Abbas r.a. pernah berkata mengenai laki-laki yang berzina kemudian hendak menikah dengan wanita yang dizinainya, beliau berkata, “Yang pertama adalah zina dan yang terakhir adalah nikah. Yang pertama adalah haram sedangkan yang terakhir halal.”

13. Nikah Dengan Lebih Dari Empat Wanita.
Berdasarkan firman Allah Swt.:
“Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat...” (QS. An-Nisa 3).
Ketika ada seorang Sahabat bernama Ghailan bin Salamah masuk Islam dengan istri-istrinya, sedangkan ia memiliki sepuluh orang istri. Maka Nabi Saw. memerintahkan untuk memilih empat orang istri, beliau bersabda,
“Tetaplah engkau bersama keempat istrimu dan ceraikanlah selebihnya.” Juga ketika ada seorang Sahabat bernama Qais bin Al-Harits mengatakan bahwa ia akan masuk Islam sedangkan ia memiliki delapan orang istri. Maka ia mendatangi Nabi Saw. dan men-ceritakan keadaannya. Maka Nabi Saw. bersabda, “Pilihlah empat orang dari mereka.”

14. Nikah Dengan Niat Talak.
Syaikh Sayyid Sabiq -rahimahullah- dalam kitab Fiqhus Sunnah (II/38) berkata, “Para ahli fikih telah sepakat bahwa orang yang menikahi wanita tanpa mensyaratkan zaman, akan tetapi ia mempunyai niat untuk menceraikannya setelah beberapa waktu atau setelah keperluannya di negara yang sedang ia tempati telah selesai, maka nikahnya tetap sah.” Akan tetapi al-Auza’i -rahimahullah- memperselisihkan pendapat tersebut dan menganggapnya termasuk nikah mut’ah. Syaikh Rasyid Ridha -rahimahullah- berkomentar tentang masalah ini dalam tafsir al-Manaar, “Bahwa sikap keras para ulama Salaf (terdahulu) dan khalaf (yang datang belakangan) dalam mengharamkan nikah mut’ah menunjukkan atas pengharaman mereka terhadap nikah dengan niat talak, meskipun para ahli fikih menyatakan bahwa akad nikah dianggap sah jika seseorang berniat menikah untuk beberapa waktu saja tanpa mensyaratkannya di dalam shighah akad.





No comments:

Post a Comment