Monday, October 24, 2016

Aisyah Istri Rasullullah Saw


Sosok ini  tentu tidak asing lagi bagi kita. Wanita salehah yang juga merupakan satu-satunya istri Rasulullah yang bukan janda ini adalah sosok wanita yang banyak meriwayatkan hadis. Rasulullah sangat mencintai istrinya ini.

Kisah Aisyah ini, meski tidak disebut namanya secara langsung merupakan kisah yang mengajarkan pada kita tentang kesabaran dalam menghadapi fitnah keji. Juga tentang kesabaran menghadapi orang-orang bodoh yang tidak tahu duduk persoalannya dana menyebar berita-berita menurut persepsi mereka sendiri. Kisah yang tersurat dalam surat An-Nur ini adalah kisah tentang sejarah orang yang bersabar menghadapi fitnah.

Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. membuka lembaran kehidupan rumah tangganya dengan Aisyah yang telah banyak dikenal. Aisyah laksana lautan luas dalam kedalaman ilmu dan takwa. Di kalangan wanita, dialah sosok yang banyak menghafal hadits-hadits Nabi, dan di antara istri-istri Nabi, dia memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki istri Nabi yang lain. Ayahnya adalah sahabat dekat Rasulullah yang menemani beliau hijrah. Berbeda dengan istri Nabi yang lain, kedua orang tua Aisyah melakukan hijrah bersama Rasulullah. Ketika wahyu datang kepada Rasulullah, Jibril membawa kabar bahwa Aisyah adalah istrinya di dunia dan akhirat, sebagaimana diterangkan di dalam hadits riwayat Tirmidzi dari Aisyah : Jibril datang membawa gambarnya pada sepotong sutera hijau kepada Nabi Shallallahu alaihi wassalam., lalu berkata, ini adalah istrimu di dunia dan akhirat. Dialah yang menjadi sebab atas turunnya firman Allah yang menerangkan kesuciannya dan membebaskannya dari fitnah orang-orang munafik.

Nasab dan Masa KeciI Aisyab Aisyah adalah putri Abdullah bin Quhafah bin Amir bin Amr bin Kaab bin Saad bin Tamim bin Marrah bin Kaab bin Luay, yang lebih dikenal dengan nama Abu Bakar ash-Shiddiq dan berasal dari suku Quraisy at-Taimiyah al-Makkiyah. Ayahnya adalah ash-Shiddiq dan orang pertama yang mempercayai Rasulullah ketika terjadi Isra Miraj, saat orang-orang tidak mempercayainya. Menurut riwayat, ibunya bernama Ummu Ruman. Akan tetapi, riwayat-riwayat lain mengatakan bahwa ibunya adalah Zainab atau Waid binti Amir bin Uwaimir bin Abdi Syams. Aisyah pun digolongkan sebagai wanita pertama yang masuk Islam, sebagaimana perkataannya, Sebelum aku berakal, kedua orang tuaku sudah menganut Islam. Ummu Ruman memberikan dua orang anak kepada Abu Bakar, yaitu Abdurrahman dan Aisyah. Anak Iainnya, yaitu Abdullah dan Asma, berasal dan Qatlah binti Abdul Uzza, istri pertama yang dia nikahi pada masa jahiliyah. Ketika masuk Islam, Abu Bakar menikahi Asma binti Umais yang kemudian melahirkan Muhammad, juga menikahi Habibah binti Kharijah yang melahirkan Ummu Kultsum. Aisyah dilabirkan empat tahun sesudah Nabi diutus menjadi Rasulullah. Ketika dakwah Islam dihambat oleh orang-orang musyrik, Aisyah melihat bahwa ayahnya menanggung beban yang sangat besar. Semasa kecil dia bermain- main dengan lincah, dan ketika dinikahi Rasulullah usianya belum genap sepuluh tahun. Dalam sebagian besar riwayat disebutkan bahwâ Rasulullah membiarkannya bermain-main dengan teman-temannya.
Dua tahun setelah wafatnya Khadijah r.a, datang wahyu kepada Nabi Shallallahu alaihi wassalam. untuk menikahi Aisyah . Setelah itu Rasulullah berkata kepada Aisyah, Aku melihatmu dalam tidurku tiga malam berturut-turut. Malaikat mendatangiku dengan membawa gambarmu pada selembar sutera seraya berkata, Ini adalah istrimu. Ketika aku membuka tabirnya, tampaklah wajahmu. Kemudian aku berkata kepadanya, Jika ini benar dari Allah, niscaya akan terlaksana. Mendengar kabar itu, Abu Bakar dan istrinya sangat senang, terlebih lagi ketika Rasulullah setuju menikahi putri mereka, Aisyah. Beliau mendatangi rumah mereka dan berlangsunglah pertunangan yang penuh berkah itu. Setelah pertunangan itu, Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. hijrah ke Madinah bersama para sahabat, sementara istri-istri beliau ditinggalkan di Mekah. Setelah beliau menetap di Madinah, beliau mengutus orang untuk menjemput mereka, termasuk di dalamnya Aisyah . Karena cuaca buruk yang melanda Madinah, Aisyah sakit keras dan badannya menyusut seperti juga dialami orang-orang Muhajirin. Menyaksikan hal itu, Rasulullah berdoa, Ya Allah, jadikanlah karni sebagai orang yang mencintai Madinah sebagaimana cinta kami kepada Mekah, atau bahkan lebih lagi. Sembuhkanlah penghuninya dan penyakit. Berikanlah keberkahan kepada kami dalam timbangan dan takarannya. Lindungilah kami dan penyakit, dan alihkanlah penyakit itu ke Juhfah. Allah mengabulkan doa Rasulullah, dan cuaca berangsur membaik, sehingga hilanglah penyakit yang melanda kaum muhajirin. Aisyah pun sembuh dan bersiap-siap menghadapi hari pernikahan dengan Rasuhillah Shallallahu alaihi wassalam. Dengan izin Allah menikahlah Aisyah dengan maskawin lima ratus dirham. Ketika ditanya oleh Abu Salamah bin Abdurrahman tentang jumlah mahar yang diberikan Rasulullah: Aisyab menjawab, Mahar Rasulullah kepada istri-irstrinya adalah dua belas uqiyah dan satu nasy. Tahukah kamu satu nasy itu? Dijawab, Tidak. Kemudian lanjut Aisyah. Satu nasy itu sama dengan setengah uqiyah, yaitu lima ratus dirham. Maka inilah mahar Rasulullah terhadap istri-istri beliau. (HR. Muslim)

Aisyah adalah istri yang menyertai Rasulullah dalam perang Bani al-Mustahiq. Saat itu bertepatan dengan turunnya perintah memakai hijab. Setelah perang selesai dan kaum muslimin memetik kemenangan, Rasulullah kembali ke Madinah. Ketika tentara Islam sedang beristirahat di sebuah pelataran, Aisyah masih berada di dalam sekedup untanya. Pada malam harinya, rasulullah mengizinkan rombongan berangkat pulang. Aisyah pergi untuk hajatnya dan kembali. Ternyata, kalung lehernya jatuh dan hilang sehingga dia keluar dari pasukan yang siap berangkat, sekedup yang mereka angkat ternyata kosong. Mereka mengira Aisyah berada dalam sekedup.
Setelah kalungnya ditemukan, Aisyah kembali ke pasukan. Namum, alangkah kagetnya karena tidak ada seorangpun yang ia temukan. Aisyah tidak meninggalkan tempat itu dan mengira penuntun unta akan tahu bahwa dirinya tidak berada di dalamnya. Sambil menunggu, Aisyah tertidur. Ketika Aisyah tertidur, lewatlah Shafwan bin Muthil yang terheran-heran melihat Aisyah tidur sendirian. Dia membantu dan mempersilahkan Aisyah menunggangi untanya dan dia menuntun di depannya. Berawal dari kejadian itulah fitnah tersebar yang disulut oleh Abdullah bin Ubay bin Salul.
Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga, janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Siapa diantara mereka mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu, baginya azab yang besar. (QS. An-Nur: 11)

Hanya karena Shafwan bin Muthil berdua-an dengan Aisyah yang berada di untanya maka timbullah fitnah tersebut. Dalam konteks zaman sekarang, seorang wanita yang berjalan berdua dengan yang bukan suaminya tidak menimbulkan fitnah besar seperti zaman nabi karena dekadensi moral yang sudah sedemikian parah. Namun, di zaman generasi terbaik umat Islam hal tersebut bisa memancing kontroversi dan bahkan fitnah. Tidaklah heran Allah  turun tangan untuk mengklarifikasi kesucian Aisyah.

Kesalehan dan kesabaran  Aisyah dalam menghadapi fitnah berbuah manis. Ia semakin terhormat di mata Rasulullah dan kaum mukminin. Andai saja dulu Aisyah tidak sabar, marah atas fitnah yang menimpanya, atau bahkan menuntut cerai kepada Rasulullah tentu saja sejarah akan berkata lain.
Aisyah memiliki wawasan ilmu yang luas serta menguasai masalah-masalah keagamaan, baik yang dikaji dari Al-Quran, hadits-hadits Nabi, maupun ilmi fikih. Tentang masalah ilmu-ilmu yang dimiliki Aisyah ini, di dalam Al-Mustadrak, al-Hakim mengatakan bahwa sepertiga dari hukum-hukum syariat dinukil dan Aisyah. Abu Musa al-Asyaari berkata, Setiap kali kami menemukan kesulitan, kami temukan kemudahannya pada Aisyah. Para sahabat sering meminta pendapat jika menemukan masalah yang tidak dapat mereka selesaikan sendiri. Aisyah pun sering mengoreksi ayat, hadits, dan hukum yang keliru diberlakukan untuk kemudian dijelaskan kembali maksud yang sebenarnya. Salah satu contoh adalah perkataan yang diungkapkan oleh Abu Hurairah. Ketika itu Abu Hurairah merujuk hadits yang diriwayatkan oleh Fadhi ibnu Abbas bahwa barang siapa yang masih dalam keadaan junub pada terbit fajar, maka dia dilarang berpuasa. Ketika Abu Hurairah bertanya kepada Aisyah, Aisyah menjawab, Rasulullah pernah junub (pada waktu fajar) bukan karena mimpi, kemudian beliau meneruskan puasanya. Setelah mengetahui hal itu, Abu Hurairah berkata, Dia lebih mengetahui tentang keluarnya hadits tersebut. Kamar Aisyah lebih banyak berfungsi scbagai sekolah, yang murid-muridnya berdatangan dari segala penjuru untuk menuntut ilmu. Bagi murid yang bukan mahramnya, Aisyah senantiasa membentangkan kain hijab di antara mereka. Aisyah tidak pernah mempermudah hukum kecuali jika sudah jelas dalilnya dari A1-Quran dan Sunnah. Aisyah adalah orang yang paling dekat dengan Rasulullah sehingga banyak menyaksikan turunnya wahyu kepada beliau, sebagairnana perkataannya ini: Aku pernah melihat wahyu turun kepada Rasulullah pada suatu hari yang sangat dingin sehingga beliau tidak sadarkan diri, sementara keringat bercucuran dari dahi beliau. (HR. Bukhari) Aisyah pun memiliki kesempatan untuk bertanya langsung kepada Rasulullah jika menemukan sesuatu yang belum dia pahami tentang suatu ayat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dia memperoleh ilmu langsung dan Rasulullah sebagaimana ungkapannya ini: Aku bertanya kepada Rasulullah tentang ayat Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan dengan hati yang takut. (QS. Al-Muminun: 60). Apakah yang dimaksud dengan ayat di atas adalah para peminum khamar dan pencuri? Beliau menjawab, Bukan, putri ash-Shiddiq! Mereka adalah orang yang berpuasa, shalat, dan bersedekah, tetapi takut (amal mereka tidak diterima). Mereka menyegerakan diri dalam kebaikan, tetapi mendahului (menentukan sendiri) kebaikan tersebut. (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi). Aisyah berkata lagi: Aku bertanya kepada Rasulullah tentang firman Allah: Yauma tabdalul-ardhu ghairal-ardha was-samawati. Di manakah manusia berada, wahai Rasulullah? Beliau menjawab, Manusia berada di atas shirath. (HR. Muslim) Aisyah termasuk wanita yang banyak menghafalkan hadits-hadits Nabi Shallallahu alaihi wassalam, sehingga para ahli hadits menernpatkan dia pada urutan kelima dari para penghafal hadits setelah Abu Hurairah, Ibnu Umar, Anas bin Malik, dan Ibnu Abbas. Aisyah memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki siapa pun, yaitu meriwayatkan hadits yang langsung dia peroleh dan Rasulullah dan menghafalkannya di rumah. Karena itu, sering dia meriwayatkan hadits yang tidak pernah diriwayatkan oleh perawi hadits lain. Para sahabat penghafal hadits sering mengunjungi rurnah Aisyah untuk langsung memperoleh hadits Rasulullah karena kualitas kebenarannya sangat terjamin. Jika berselisih pendapat tentang suatu masalah, tidak segan-segan mereka meminta penyelesaian dari Aisyah. Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar, anak saudara laki-laki Aisyah, mengatakan bahwa pada masa kekhalifahan Abu Bakar, Umar, dan Utsman, Aisyah rnenjadi penasihat pemerintah hingga wafat. Aisyah dikenal sebagai perawi hadits yang mengistinbath hukum sendiri ketika kejelasan hukumnya tidak ditemukan dalam Al-Quran dan hadits lain. Dalam hal ini, Abu Salamah berkata, Aku tidak pernah melihat seorang yang lebih mengetahui Sunnah Rasulullah, lebih benar pendapatnya jika dia berpendapat, lebih mengetahui bagaimana Al-Quran turun, serta lebih mengenal kewajibannya selain Aisyah. Suatu ketika Saad bin Hisyam menemui Aisyah, dan berkata, Aku ingin bertanya tentang bagaimana pendapatmu jika aku tetap membujang selarnanya. Aisyah menjawab, Janganlah kau lakukan hal itu, karena aku mendengar Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. bersabda tentang firman Allah: Telah kami utus rasul-rasul sebelummu, dan Kami telah ciptakan bagi mereka istri-istri dan keturunan. Oleh karena itu, janganlah kamu membujang. Urwah bin Zubeir, salah seorang murid Aisyah, sangat mengagumi keluarbiasaan penguasaan ilmu Aisyah. Dia berkata, Aku berpikir tentang urusanmu. Sungguh aku mengagumimu. Menurutku engkau adalah manusia yang paling banyak mengetahui sesuatu. Aisyah berkata, Apa yang menyebabkanmu berpendapat seperti itu? Dia menjawab, Engkau adalah istri Nabi Shallallahu alaihi wassalam dan putri Abu Bakar. Engkau mengetahui hari-hari, nasab, dan syair orang-orang Arab. Dia berkata lagi, Apa yang menyebabkan engkau dan ayahmu menjadi orang yang paling pandai dariipada seluruh orang Quraisy? Aku sangat mengagumi kepandaianmu tentang ilmu medis. Dari manakah engkau mendapatkan ilmu itu? Aisyah menjawab, Wahai Urwah, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. sering sakit, sehingga dokter-dokter Arab dan bukan Arab datang mengobati beliau. Dari merekalah aku belajar. Tentang penguasaan bahasa dan sastranya, kembali Urwah berkomentar, Demi Allah, aku belum pernah melihat seorang pun yang lebih fasih dariipada Aisyah selain Rasulullah sendiri. Al-Ahnaf bin Qais berkata, Aku telah mendengar khutbah Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Alii bin Abi Thalib. Hingga saat ini aku belum pernah mendengar satu perkataan pun dari makhluk Tuhan yang lebih berisi dan baik daripada perkataan Aisyah. Salah satu contoh kefasihannya dapat kita lihat dari kata-katanya pada kuburan ayahnya, Abu Bakar: Allah telah mengilaukan wajahmu, dan bersyukur atas kebaikan yang telah engkau perbuat. Engkau merendahkan dunia karena engkau berpaling darinya. Akan tetapi, untuk engkau adalah mulia, karena engkau selalu menghadap untuknya. Kalau peristiwa terbesar setelah Rasulullah wafat dan musibah terbesar adalah kematianmu, Kitab Allah rnenghibur dengan kesabaran dan menggantikan yang baik selainmu. Aku merasakan janji Allah yang telah ditetapkan bagirnu dan ikhlas atas kepergianmu. Dengan memohon dari-Nya gantimu dan aku berdoa untukmu. Kami hanyalah milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali. Bagimu salam sejahtera dan rahmat Allah. Dari Aisyah pun sering keluar kata-kata hikmah yang terkenal, seperti: Bagi Allah mutiara takwa. Takkan ada kesembuhan bagi orang yang di dalarn hatinya terbersit kemarahan. Pernikahan adalah perbudakan, maka seseorang hendaklah melihat kepada siapa dia mengabdikan putri kemuliaannya.

Dalam hidupnya yang penuh dengan jihad, Sayyidah Aisyah wafat pada usia 66 tahun, bertepatan dengan bulan Ramadhan, tahun ke-58 hijriah, dan dikuburkan di Baqi. Kehidupan Aisyah penuh kernuliaan, kezuhudan, ketawadhuan, pengabdian sepenuhnya kepada Rasulullah, selalu beribadah, serta senantiasa melaksanakan shalat malam. Bahkan dia sering memberikan anjuran untuk shalat malam kepada kaum muslimin. Dari Abdullah bin Qais, Imam Ahmad menceritakan, Aisyah berkata, Janganlah engkau tinggalkan shalat malam, karena sesungguhnya Rasulullah tidak pernah meninggalkannya. Jika beliau sakit atau sedang malas, beliau melakukannya sambil duduk. Aisyah memiliki kebiasaan untuk memperpanjang shalat, sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad dan Abdullah bin Abu Musa, Mudrik atau Ibnu Mudrik mengutusku kepada Aisyah untuk menanyakan segala urusan. Aku tiba ketika dia sedang shalat dhuha, lalu aku duduk sampai dia selesai melaksanakan shalat. Mereka berkata, Sabar-sabarlah kau menunggunya. Aisyah pun senantiasa memperbanyak doa, sangat takut kepada Allah, dan banyak berpuasa sekalipun cuaca sedang sangat panas. Di dalam Musnad-nya, Ahmad berkata, Abdurrahman bin Abu Bakar menemui Aisyah pada hari Arafah yang ketika itu sedang berpuasa sehingga air yang dia bawa disiramkan kepada Aisyah. Abdurrahman berkata, Berbukalah. Aisyah menjawab, Bagaimana aku akan berbuka sementara aku mendengar Rasulullah telah bersabda, Sesungguhnya puasa pada hari Arafah akan menebus dosa-dosa tahun sebelumnya. Selain itu, Aisyah banyak mengeluarkan sedekah sehingga di dalam rumahnya tidak akan ditemukan uang satu dirham atau satu dinar pun. Nabi Shallallahu alaihi wassalam. pernah bersabda, Berjaga dirilah engkau dari api neraka walaupun hanya dengan sebiji kurma. Di dalam riwayat lain dikatakan, Aku didatangi oleh seorang ibu yang membawa dua orang putrinya. Dia meminta sesuatu dariku sedangkan aku tidak memiliki apa pun untuk diberikan kepada mereka selain satu biji kurma. Aku memberikan kurma itu kepadanya, dan ibu itu membaginya kepada kedua anaknya. Dia berdiri kern udian pergi. Setelab itu Rasulullab masuk dan bersabda, Barang siapa mengasuh anak-anak itu dan berbuat baik kepada mereka, maka mereka akan rnenjadi penghalang baginya dari api neraka. (HR. Muttafaq Alaihi). Ada juga riwayat lain yang membuktikan kedermawanan Aisyah. Urwah berkata, Muawiyah memberikan uang sebanyak seratus ribu dirham kepada Aisyah. Demi Allah, sebelum matahari terbenam, Aisyah sudah membagi-bagikan sernuanya. Budaknya berkata, Seandainya engkau belikan daging untuk kami dengan uang satu dirham. Aisyah menjawab, Seandainya engkau katakan hal itu sebelum aku membagikan seluruh uang itu, niscaya akan aku lakukan hal itu untukmu. Semoga rahmat Allah senantiasa menyertai Sayyidah Aisyah dan semoga Allah memberinya tempat yang layak di sisi-Nya. Amin.

No comments:

Post a Comment